Minggu, 10 September 2017
UPACARA ADAT METHIK PARI
Upacara adat Methik Pari merupakan bentuk dari ucapan rasa syukur atas karunia Tuhan terhadap hasil panen yang memuaskan. Upacara ini diadakan menjelang panen raya dilaksanakan, biasanya satu hari menjelang panen raya. Biasanya upacara Methik Pari dilaksanakan pada malam hari. Upacara Methik Pari ini sekaligus bentuk penghormatan kepada Dewi Sri dan Joko Sadono yang dianggap merupakan perwujudan makhluk yang memberi hasil panen padi yang baik.
Upacara Methik Pari dilaksanakan sejak zaman nenek moyang. Ketika itu, nenek moyang di wilayah tersebut mulai bercocok tanam padi dan setiap bercocok tanam mereka akan melakukan ritual Methik Pari. Hingga saat ini ritual tersebut masih terjaga. Selain sebagai bentuk rasa syukur dan melestarika budaya, upacara ini juga dilakukan karena mayoritas penduduk Kecamatan Bandar adalah petani padi.
di Kabupaten Pacitan yang memiliki keadaan geografis berupa wilayah
perbukitan. Kebudayaan yang paling khas dari kecamatan Bandar adalah upacara adat Methik Pari. Methik dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai memetik, sedangkan Pari dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai padi. Methik Pari merupakan upacara memetik padi.
Upacara
salah satu wujud dari kebudayaan Jawa pada masyarakat petani. Kegiatan
tersebut oleh masyarakat petani terus dilakukan sehingga menjadi suatu
tradisi. Namun Seiring berkembangan zaman terutama di zaman globalisasi
ini, terjadi perubahan dalam tradisi tersebut. Keadaan demikian dapat
dilihat dan dirasakan pada masyarakat petani dalam melaksanakan tradisi methik pari di Desa Tegalarum. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengkaji tentang tradisi methik pari yang ada di Desa Tegalarum. Rumusan masalah penelitian ini: (1) bagaimana sejarah tradisi methik pari, (2) apa perubahan yang terjadi pada tradisi methik pari, dan (3) apa makna tradisi methik pari pada masyarakat petani di Desa Tegalarum.
Penelitian
ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif. Lokasi penelitian di
Desa Tegalarum, Kecamatan Sempu, Kabupaten Banyuwangi. Prosedur
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan
dokumentasi. Analisis data menggunakan teknik analisis data interaktif
Miles dan Hubermen yang terdiri dari pengumpulan data, reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Pengecekan keabsahan temuan
dilakukan dengan cara ketekunan pengamatan dan triangulasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, tradisi methik pari sudah dilakukan oleh masyarakat Petani Desa Tegalarum sejak zaman dahulu. Upacara methik pari terdiri
dari tahap persiapan, pelaksanaan dan akhir kegiatan. Tahap persiapan
yaitu penentuan hari yang jumlanya 16 dalam penanggalan Jawa, sesaji
seperti cok bakal, gagar mayang dan berbagai makanan (tumpeng, ingkung, dan lauk pauk). Tahap pelaksanaan yaitu pembawaan sesaji ke sawah, setelah itu dukun methik pari membaca doa. Tahap akhir yaitu pemotongan beberapa padi sebagai perlambangan pemboyongan Mbok Sri, kemudian padi tersebut diletakkan di sentong atau
lumbung padi. Tradisi ini mengalami perubahan yang disebabkan oleh
jumlah lahan yang semakin berkurang, penghasilan ekonomi yang semakin
berkurang, produktivitas yang semakin menurun, teknologi dan ilmu agama
yang semakin berkembang. Sehingga mengakibatkan perubahan pada
penggunaan sesaji yang tidak selengkap seperti dahulu dan selametan atau kenduri yang dulu biasanya dilakukan di sawah kini dilakukan di rumah. Adapun maknanya tradisi methik pari sebagai
wujud syukur kepada sesuatu yang dipercaya atau kepada Tuhan Yang Maha
Esa agar terhindar dari mara bahaya, malapetaka, bencana dan musibah
baik bagi tanaman dan bagi para petani itu sendiri.
Saran yang diajukan peneliti berikutnya diharapakan dapat mengkaji lebih lanjut mengenai tradisi methik pari selain
menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif seperti yang digunakan
peneliti. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lebih lanjut
terkait tradisi methik pari sebagai sarana pendidikan karakter pada masyarakat petani Desa Tegalarum.