Minggu, 10 September 2017
Pacitan memang kota
kecil tetapi memilki pesona alam dan pesona budaya yang sudah tidak diragukan
lagi. Budaya Pacitan memilki keunikan tersendiri dan memilki nilai yang
dianggap sakral dan magis oleh masyarakt sekitar, tetapi memilki nilai – nilai
yang luhur.
Salah satu kebudayaan di Pacitan yang cukup unik adalah seni budaya wayang beber. Wayang Beber adalah seni wayang yang muncul dan berkembang di Jawa pada masa pra Islam dan masih berkembang di daerah daerah tertentu di Pulau Jawa salah satunya di Kota Pacitan. Dinamakan wayang beber karena berupa lembaran lembaran (beberan) yang dibentuk menjadi tokoh tokoh dalam cerita wayang baik Mahabharata maupun Ramayana.
Wayang beber muncul dan berkembang di Pulau Jawa pada masa kerajaan Majapahit. Gambar-gambar tokoh pewayangan dilukiskan pada selembar kain atau kertas, kemudian disusun adegan demi adegan berurutan sesuai dengan urutan cerita. Gambar-gambar ini dimainkan dengan cara dibeber.
Salah satu kebudayaan di Pacitan yang cukup unik adalah seni budaya wayang beber. Wayang Beber adalah seni wayang yang muncul dan berkembang di Jawa pada masa pra Islam dan masih berkembang di daerah daerah tertentu di Pulau Jawa salah satunya di Kota Pacitan. Dinamakan wayang beber karena berupa lembaran lembaran (beberan) yang dibentuk menjadi tokoh tokoh dalam cerita wayang baik Mahabharata maupun Ramayana.
Wayang beber muncul dan berkembang di Pulau Jawa pada masa kerajaan Majapahit. Gambar-gambar tokoh pewayangan dilukiskan pada selembar kain atau kertas, kemudian disusun adegan demi adegan berurutan sesuai dengan urutan cerita. Gambar-gambar ini dimainkan dengan cara dibeber.
Perlu diketahui juga
bahwa Wayang Beber pertama dan masih asli sampai sekarang masih bisa dilihat.
Wayang Beber yang asli ini bisa dilihat di Daerah Pacitan, Donorojo, wayang ini
dipegang oleh seseorang yang secara turun-temurun dipercaya memeliharanya dan
tidak akan dipegang oleh orang dari keturunan yang berbeda karena mereka
percaya bahwa itu sebuah amanat luhur yang harus dipelihara.
Pemilik wayang beber di Pacitan adalah Bapak Sumardi atau yang dikenal dengan nama Mbah Mardi. Kini Mbah Mardi merupakan satu-satunya dalang Wayang Beber di Pacitan yang juga memiliki Wayang Beber warisan leluhurnya. Menurut penuturannya, Wayang Beber yang dimilikinya merupakan warisan leluhur, yang secara turun-temurun merupakan hadiah yang diberikan oleh Raja Brawijaya.
Pemilik wayang beber di Pacitan adalah Bapak Sumardi atau yang dikenal dengan nama Mbah Mardi. Kini Mbah Mardi merupakan satu-satunya dalang Wayang Beber di Pacitan yang juga memiliki Wayang Beber warisan leluhurnya. Menurut penuturannya, Wayang Beber yang dimilikinya merupakan warisan leluhur, yang secara turun-temurun merupakan hadiah yang diberikan oleh Raja Brawijaya.
Pada suatu hari Permaisuri Raja
Brawijaya menderita suatu penyakit, dan kemudian Raja Brawijaya
mengadakan sayembara untuk menyembuhkan penyakit permaisuri. Dan yang
berhasil menyembuhkan penyakit permaisuri adalah seorang dukun (tabib)
yang bernama Mbah Nolodermo (yang merupakan leluhur dari Mbah Mardi). Sebagai
ungkapan terimakasih, Raja Brawijaya memberikan hadiah berupa jabatan lurah
Kediri, namun hadiah jabatanitu ditolak oleh Mbah Nolodermo, karena Mbah
Nolodermo tidak bisa membaca ataupun menulis.
Kemudian Raja Brawijaya menawarkan hadiah
berupa uang. Hadiah uang itu juga ditolak oleh Mbah Nolodermo dengan alasan
bahwa jika diberi uang maka hadiah itu akan cepat habis. Maka Raja Brawijaya
memberikan hadiah berupa Wayang Beber bagi Mbah Nolodermo dengan harapan bahwa
Wayang Beber tersebut dapat menjadi sumber penghasilan secara turun-temurun.
Dalang sekaligus pemilik Wayang Beber yang
sekarang dikenal dengan nama Mbah Mardi tersebut menjadi dalang sejak tahun
1982, dan masih aktif hingga kini. Wayang Beber cukup populer di mancanegara,
misalnya di Jepang, Belanda, Perancis, bahkan di Perancis terdapat duplikat
Wayang Beber ini. Seorang ilmuwan Perancis juga pernah meneliti bahan yang
dipakai untuk mewarnai gulungan kertas Wayang Beber, yang ternyata berasal dari
getah-getahan.